Ketua Umum Forum Zakat
Banyak orang kini terlibat dalam pekerjaan sebagai amil zakat. Diperkirakan lebih dari 10.000 orang di Indonesia telah menjadi amil zakat. Ada yang menjadi amil karena alasan ideologis, yaitu untuk memperjuangkan nasib sekaligus melayani umat. Ada yang menjadi amil karena alasan profesional, yaitu bahwa yang bersangkutan memiliki pengetahuan, kecakapan dan pengalaman dalam mengelola zakat. Ada juga karena alasan pragmatis, yaitu bahwa saat ini pekerjaan yang mampu menampung yang bersangkutan adalah pekerjaan sebagai amil.
Dilihat dari waktu yang digunakan setiap amil untuk mengurusi zakat, maka kita bisa membagi menjadi : 1) Amil Penuh Waktu 2) Amil Paruh Waktu, dan 3) Amil Sementara. Amil Penuh Waktu adalah amil yang terlibat mengelola zakat dalam rata-rata delapan jam sehari, lima hari dalam seminggu dan terus bekerja sepanjang tahun. Amil Penuh Waktu relatif menjadikan pekerjaannya sebagai amil sebagai pekerjaan utama. Amil Paruh Waktu adalah amil yang melakukan pekerjaan mengelola zakat dalam jumlah jam kerja yang berbagi dengan pekerjaan atau profesi lain. Umumnya jam kerja rata-rata yang digunakan Amil Paruh Waktu untuk mengelola zakat adalah kurang dari empat jam dalam sehari. Adapun amil sementara adalah orang yang terlibat mengelola zakat dalam waktu yang sangat pendek, misalnya dalam sebuah kepanitiaan Ramadhan yang waktunya hanya tiga hari dalam setahun (menjelang idul fitri).
Dalam kaitan pekerjaan atau profesinya sebagai amil, banyak orang telah mendapatkan gaji atau upah secara tetap. Gaji ini tentu saja diberikan kepada Amil Penuh Waktu atau sekurang-kurangnya yang menjadi Amil Paruh Waktu. Sedangkan Amil Sementara, umumnya tidak mendapatkan gaji atau upah. Gaji ini bisa bersumber dari penyisihan atas hak amil (mustahik) yang didapatkan dari akumulasi dana zakat yang dihimpun oleh organisasi yang mengelola zakat. Bisa juga berasal dari dana lain (non zakat) yang dimiliki oleh organisasi yang menjadi induk bagi pengelola zakat tersebut.
Pemberian gaji kepada amil diberikan dalam rangka memberikan balas jasa atas pengerahan tenaga, waktu, pikiran dan kompetensi seseorang dalam rangka mengurusi zakat. Pemberian balas jasa juga bertujuan untuk menumbuhkan semangat berkarya, kesungguhan dan kerja keras dalam melaksanakan tugas sebagai amil. Pemberian gaji amil diharapkan dapat mewujudkan pengelola zakat yang serius dan berkonsentrasi penuh dalam melayani masyarakat dan mengembangkan zakat dengan sebaik-baiknya.
Dalam kaitan dengan besaran gaji amil, pernah di sebuah media nasional dimuat pernyataan seorang birokrat yang terkait dengan zakat, menyebutkan bahwa ada pimpinan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang gajinya Rp 45 juta per bulan. Pernyataan ini tentu saja tidak benar, karena sampai saat ini gaji pimpinan OPZ belum ada yang sampai pada angka tersebut. Meskipun sesungguhnya, sebagai sebuah kemungkinan, boleh saja suatu hari seorang pimpinan OPZ bergaji Rp 45 juta atau lebih apabila pencapaian penghimpunan zakatnya sudah sangat besar (sesuai dengan panduan fiqih zakat).
Pemberian gaji yang memadai kepada amil zakat, sesungguhnya saat ini kita perlukan. Selain dalam rangka menghargai jerih payah, kinerja dan dedikasinya dalam mengurusi zakat yang telah dicapai, juga untuk menumbuhkan rasa kebanggaan dan membangunkan perasaan senang terhadap pekerjaan sebagai amil zakat. Mengurus zakat tidak boleh menimbulkan kesan minder atau tidak percaya diri di kalangan sebagian masyarakat karena pekerjaan sebagai amil zakat dianggap hina atau rendah. Untuk membangunkan kegemilangan zakat kita memerlukan orang-orang yang bangga dan penuh gairah dalam mengelola zakat.
Alasan lain perlunya kita memberikan gaji amil zakat yang memadai adalah dalam rangka menjaga agar setiap OPZ tetap diisi oleh orang-orang berkualitas dan kompeten. Setiap OPZ seharusnya dikelola oleh orang-orang yang cerdas, visioner, terampil, berintegritas, pekerja keras dan karyanya dapat dibanggakan masyarakat. Dengan balas jasa yang memadai akan dimungkinkan bagi OPZ untuk merekrut orang-orang terbaik dan merawatnya untuk terus berkarya penuh pengabdian di dalam pelayanan dan pengembangan zakat.
Manakala OPZ tidak mampu memberikan gaji yang memadai, maka pada suatu titik orang-orang terbaik, yang memiliki kompetensi dan pengalaman yang memadai akan satu persatu meninggalkan OPZ dan mencari tempat beraktivitas atau bekerja di tempat lain yang menyediakan balas jasa yang lebih baik. Sebagian yang lain, mungkin akan keluar dari OPZ dan berubah haluan dengan menjadi wirausahawan. Sementara sebagiannya lagi akan bekerja sebagai amil dengan menyambi pekerjaan lain dalam rangka menutupi kebutuhan hidupnya yang tidak tercukupi dari penghasilannya sebagai amil. Dampak akhirnya akan menurunkan konsentrasi, komitmen, loyalitas dan kejuangannya dalam mengurus dan mengembangkan zakat.
Karena saat ini sudah sedemikian banyak orang terlibat sebagai amil, maka perhatian kita akan masalah gaji amil ini perlu kita tingkatkan. Kita perlu memberikan penghargaan dan balas jasa yang memadai, sekaligus tetap menjaga kemuliaan dan martabat sebagai amil. Tentu saja semua perhatian dan penataan kita harus tetap dirangkai dalam bingkai panduan fiqih zakat serta komitmen untuk menjaga amanah untuk melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Dilihat dari waktu yang digunakan setiap amil untuk mengurusi zakat, maka kita bisa membagi menjadi : 1) Amil Penuh Waktu 2) Amil Paruh Waktu, dan 3) Amil Sementara. Amil Penuh Waktu adalah amil yang terlibat mengelola zakat dalam rata-rata delapan jam sehari, lima hari dalam seminggu dan terus bekerja sepanjang tahun. Amil Penuh Waktu relatif menjadikan pekerjaannya sebagai amil sebagai pekerjaan utama. Amil Paruh Waktu adalah amil yang melakukan pekerjaan mengelola zakat dalam jumlah jam kerja yang berbagi dengan pekerjaan atau profesi lain. Umumnya jam kerja rata-rata yang digunakan Amil Paruh Waktu untuk mengelola zakat adalah kurang dari empat jam dalam sehari. Adapun amil sementara adalah orang yang terlibat mengelola zakat dalam waktu yang sangat pendek, misalnya dalam sebuah kepanitiaan Ramadhan yang waktunya hanya tiga hari dalam setahun (menjelang idul fitri).
Dalam kaitan pekerjaan atau profesinya sebagai amil, banyak orang telah mendapatkan gaji atau upah secara tetap. Gaji ini tentu saja diberikan kepada Amil Penuh Waktu atau sekurang-kurangnya yang menjadi Amil Paruh Waktu. Sedangkan Amil Sementara, umumnya tidak mendapatkan gaji atau upah. Gaji ini bisa bersumber dari penyisihan atas hak amil (mustahik) yang didapatkan dari akumulasi dana zakat yang dihimpun oleh organisasi yang mengelola zakat. Bisa juga berasal dari dana lain (non zakat) yang dimiliki oleh organisasi yang menjadi induk bagi pengelola zakat tersebut.
Pemberian gaji kepada amil diberikan dalam rangka memberikan balas jasa atas pengerahan tenaga, waktu, pikiran dan kompetensi seseorang dalam rangka mengurusi zakat. Pemberian balas jasa juga bertujuan untuk menumbuhkan semangat berkarya, kesungguhan dan kerja keras dalam melaksanakan tugas sebagai amil. Pemberian gaji amil diharapkan dapat mewujudkan pengelola zakat yang serius dan berkonsentrasi penuh dalam melayani masyarakat dan mengembangkan zakat dengan sebaik-baiknya.
Dalam kaitan dengan besaran gaji amil, pernah di sebuah media nasional dimuat pernyataan seorang birokrat yang terkait dengan zakat, menyebutkan bahwa ada pimpinan Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang gajinya Rp 45 juta per bulan. Pernyataan ini tentu saja tidak benar, karena sampai saat ini gaji pimpinan OPZ belum ada yang sampai pada angka tersebut. Meskipun sesungguhnya, sebagai sebuah kemungkinan, boleh saja suatu hari seorang pimpinan OPZ bergaji Rp 45 juta atau lebih apabila pencapaian penghimpunan zakatnya sudah sangat besar (sesuai dengan panduan fiqih zakat).
Pemberian gaji yang memadai kepada amil zakat, sesungguhnya saat ini kita perlukan. Selain dalam rangka menghargai jerih payah, kinerja dan dedikasinya dalam mengurusi zakat yang telah dicapai, juga untuk menumbuhkan rasa kebanggaan dan membangunkan perasaan senang terhadap pekerjaan sebagai amil zakat. Mengurus zakat tidak boleh menimbulkan kesan minder atau tidak percaya diri di kalangan sebagian masyarakat karena pekerjaan sebagai amil zakat dianggap hina atau rendah. Untuk membangunkan kegemilangan zakat kita memerlukan orang-orang yang bangga dan penuh gairah dalam mengelola zakat.
Alasan lain perlunya kita memberikan gaji amil zakat yang memadai adalah dalam rangka menjaga agar setiap OPZ tetap diisi oleh orang-orang berkualitas dan kompeten. Setiap OPZ seharusnya dikelola oleh orang-orang yang cerdas, visioner, terampil, berintegritas, pekerja keras dan karyanya dapat dibanggakan masyarakat. Dengan balas jasa yang memadai akan dimungkinkan bagi OPZ untuk merekrut orang-orang terbaik dan merawatnya untuk terus berkarya penuh pengabdian di dalam pelayanan dan pengembangan zakat.
Manakala OPZ tidak mampu memberikan gaji yang memadai, maka pada suatu titik orang-orang terbaik, yang memiliki kompetensi dan pengalaman yang memadai akan satu persatu meninggalkan OPZ dan mencari tempat beraktivitas atau bekerja di tempat lain yang menyediakan balas jasa yang lebih baik. Sebagian yang lain, mungkin akan keluar dari OPZ dan berubah haluan dengan menjadi wirausahawan. Sementara sebagiannya lagi akan bekerja sebagai amil dengan menyambi pekerjaan lain dalam rangka menutupi kebutuhan hidupnya yang tidak tercukupi dari penghasilannya sebagai amil. Dampak akhirnya akan menurunkan konsentrasi, komitmen, loyalitas dan kejuangannya dalam mengurus dan mengembangkan zakat.
Karena saat ini sudah sedemikian banyak orang terlibat sebagai amil, maka perhatian kita akan masalah gaji amil ini perlu kita tingkatkan. Kita perlu memberikan penghargaan dan balas jasa yang memadai, sekaligus tetap menjaga kemuliaan dan martabat sebagai amil. Tentu saja semua perhatian dan penataan kita harus tetap dirangkai dalam bingkai panduan fiqih zakat serta komitmen untuk menjaga amanah untuk melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.
إرسال تعليق