• PENDAHULUAN
• ZAKAT SEBAGAI KEWAJIBAN INDIVIDU
SEKALIGUS KEWAJIBAN SOSIAL
• ZAKAT SEBAGAI INSTUMEN KESEJAHTERAAN
KAUM MUSLIMIN
• ZAKAT SEBAGAI SUMBER PENDANAAN
DA’WAH
• PERLU PENGELOLAAN YANG AMANAH DAN
PROFESIONAL
• LANDASAN HUKUM
• “ Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka.”
(QS:9:103)
• “Beritahukanlah kepada mereka, bahwa
Allah SWT telah mewajibkan dari sebagian harta-harta mereka, untuk
disedekahkan. Diambil dari orang kaya untuk diberikan kepada mereka yang fakir.
Apabila mereka
mentaatimu dalam hal ini, maka peliharalah akan kedermawanan harta mereka, dan
takutlan akan doa orang yang teraniaya. Sungguh tidak ada penghalang antara doa
mereka itu dengan Allah SWT. (HR: Jama’ah dari Ibnu Abbas)
• ”Dari Ibnu Umar, semoga Allah meridhai
keduanya. Ia berkata:’Serahkanlah sedekah(zakat) kamu sekalian pada orang yang dijadikan
Allah sebagai penguasa urusan kamu sekalian. Barangsiapa yang berbuat baik,
maka akan bermanfaat buat dirinya dan barangsiapa yang berbuat dosa maka akan
madharat bagi dirinya.” (Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dengan sanad sahih atau
hasan)
ZAKAT DIMASA RASUL & SAHABAT
• Berdasarkan ayat, hadist dan fatwa sahabat
di atas, masalah zakat adalah masalah yang dikelola oleh negara pada masa
Rasulullah, Khulafaur Rasyidin dan masa keemasan dunia Islam. Rasulullah
mengangkat petugas khusus untuk mengelola zakat. Petugas ini diberikan
tanggung-jawab untuk memungut dan mendistribusikan zakat kepada mustahik yang
telah ditentukan oleh Al-Qur’an. Selain itu Rasulullah juga mengirim petugas
zakat ke seluruh wilayah yang telah dikuasai oleh kaum muslimin untuk mengelola
zakat.
• Sebelum melepas para petugas zakat untuk
dikirim ke berbagai wilayah, Rasulullah membekali mereka dengan nasihat agar mereka bermuamalah dan
berkomunikasi dengan para muzaki dengan baik, kasih sayang, sabar, teliti,
cermat, hilangkan conflic of interest, dan selalu taat kepada Allah dan
Rasulnya.
• Begitu pula pada zaman Abu Bakar, Umar bin
Khathab, Usman Bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, zakat dikelola oleh negara
dengan membuat Baitul Maal dan petugas zakatnya. Memberikan sangsi kepada para
muzaki yang tak mau membayar zakat pada zaman Khalifah Abu Bakar diperangi
walaupun pada awalnya ditentang oleh para sahabat yang lain.
• Pada zaman Rasulullah, Khulafur Rasyidin
dan masa keemasan dunia Islam zakat di institusional-kan dan dikelola
oleh negara, sehingga para orang kaya atau muzaki menyerahkan zakat,infaq
dan shadaqah ke institusi zakat bukan disalurkan sendiri kepada para mustahik.
Kaum muslimin saat itu sudah memiliki kesadaran bahwa zakat itu selain
kewajiban individu, namun juga memilki nilai ibadah sosial. Karena zakat
sebagai salah satu instrumen kesejahteraan sosial di tengah-tengah ummat Islam.
Namun, apabila zakat dikelola masing-masing muzaki maka tak bisa efektif dalam
meningkatkan kesejahteraan kaum dhuafa.
• Kaum dhuafa itu jumlah dan permasalahanya sangat banyak, sehingga
tidak mungkin dientaskan oleh orang perorang. Zakat akan efektif dan berdaya
guna bagi peningkatan kesejahteraan kaum dhuafa bila dikelola oleh lembaga yang
amanah dan profesional. Karena lembaga pengelola zakat (baz/laz) itu selalu
malakukan perbaikan dalam penyaluran program yang selalu disesuaikan dengan
kebutuhan mustahik, selalu meningkatkan upaya penggalangan, meningkatkan
profesionalitas lembaga dan amilnya.
• Maka saat ini menjadi sangat tepat, para
muzaki dan orang-orang berpunya utuk
memulai membiasakan menyalurkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat (badan
dan lembaga amil zakat/ baz dan laz) agar zakat berdayaguna dan dapat menjadi
instrumen peningkatan kesejahteraan kaum dhuafa.
ASUMSI DANA ZIS
- UIN SYAHID JAKARTA : Rp 19,3 triliun
- PIRAC : Rp 6,2 triliun
- ASUMSI FOZ : Rp 17,5 triliun
- ASUMSI BAZNAS:
1. Terendah (18 jt x 50 rb) : Rp 10,8 triliun
2. Sedang (18 jt x 100 rb) : Rp 21,6 triliun
3. Tertinggi (18 jt x 150 rb) : Rp 32,4 triliun
- ASUMSI BAZNAS (JAMAL DOA) : Rp 89,9 triliun
- ASUMSI DEPAG : Rp 37,5 triliun
DANA ZIS TERKUMPUL
- Tahun 2000 sebesar : Rp 41,6 miliar
- Tahun 2001 sebesar : Rp 62,3 miliar
- Tahun 2002 sebesar : Rp 78,5 miliar
- Tahun 2003 sebesar : Rp 85,3 miliar
- Tahun 2004 sebesar : Rp 148,8 miliar
- Tahun 2005 sebesar : Rp 335,3 miliar
- Tahun 2006 sebesar : Rp 382,5 miliar
- Tahun 2007 sebesar : Rp 800 miliar
- Tahun 2008 sebesar : Rp 925 miliar
- Tahun 2009 sebesar : Rp 1,2 triliun
SUMBER
DATA:
- DEPARTMENT AGAMA RI
- BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAs)
- FORUM ZAKAT (FOZ)
POTENSI EKONOMI ZIS
POTENSI
EKONOMI ZIS CUKUP BESAR, UNTUK:
- Memberdayakan ekonomi umat
- Memberantas kemiskinan
- Membuka lapangan kerja
- Meningkatkan kesehatan umat
- Meningkatkan kualitas pendidikan umat
- Lain-lain
• KENDALA PENGELOLAAN ZAKAT DI
INDONESIA
- Kesadaran masyarakat untuk berzakat melalui lembaga masih rendah dan pelaksanaan zakat masih tradisional.
- Pelaksanaan undang-undang RI no. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat belum optimal.
- Manajemen pengelolaan zakat masih tradisional.
- Kualitas SDM amil zakat masih rendah, tidak profesional, dan kurang amanah.
- Terbatasnya dana operasional, sarana-prasarana untuk pengelolaan zakat.
- Lain-lain
• PENGELOLAAN ZAKAT
PROFESIONALISME AMIL
Kinerja
amil:
- SDM
- Manajemen
- Biaya Operasional
- Sarana/prasarana
- Dukungan kebijakan/politis
- Koordinasi/sinergi
- Lain-lain
ZAKAT
• MANAGEMENT
• PARADIGMA LAMA
• MANAGEMENT BY PROCESS
• GEMPURAN
MUZAKI & MUSTAHIK
MUZAKI & MUSTAHIK
• OPZ: UBAH PARADIGMA
• PENGARUH INTERNAL
• Kebijakan Penghimpunan
• PENDISTRIBUSIAN
• Mengarah pada skala prioritas
• Titik berat pada pemberdayaan
• Mengurangi pembagian dalam bentuk
konsumtif
• Menuju pada perubahan mustahik
menjadi muzakki
• Mengurangi kemiskinan
• Peningkatan Kualitas SDM melalui
pendidikan
• Peningkatan kualitas
perekonomian
• Peningkatan kualitas kesehatan
• Meningkatkan daya
saing
•
Unit
Kesehatan Keliling & Siaga Bencana
Dokter
Keluarga Pra Sejahtera
Rumah Sehat
Ibu dan Anak
Rumah Sehat
Masjid Sunda Kelapa
• Catatan Khusus
• Paradigma baru perzakatan harus
mengarah pada perubahan nasib para mustahik
• Muzakki/Amil harus proaktif
menunaikan kewajiban bukan sebagai majikan
• Menempatkan mustahik sebagai
penerima hak bukan peminta
• Timbulnya keharmonisan antara
muzakki dan mustahik (kemitraan fuqara’ dan aghniya’)
إرسال تعليق