PENGERTIAN ZAKAT
Zakat menurut fiqh berarti “sejumlah harta tertentu dengan sifat-sifat tertentu yang wajib diserahkan kepada golongan tertentu (mustahiqqin)” .
Sadangkan istilah infaq ,adalah segala macam bentuk pengeluaran (pembelanjaan) baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, ataupun yang lain.
Adapun shodaqoh adalah, segala bentuk pembelanjaan di jalan Allah. Berbeda dengan zakat, shodaqoh tidak dibatasi dengan ketentuan-ketentuan khusus juga tidak bersifat wajib.
Istilah zakat secara Syari’ah dalam al-Qur’an dan hadits terkadang menggunakan kalimat “shodaqoh”, oleh karena itu Imam Al-Mawardi mengatakan :”Kalimat shodaqoh terkadang yang dimaksud adalah zakat, dan zakat yang dimaksud adalah shodaqoh, dua kata yang berbeda tetapi memiliki substansi yang sama”
Syarat-syarat wajib zakat
1. Merdeka
2. Muslim
3. Aqil dan Baligh, menurut madzhab Hanafi
4. Tidak mempunyai tanggungan hutang yang mengurangi obyek zakat (Hanbali).
Waktu mengeluarkan zakat
1. Harus segera dikeluarkan zakatnya. Bahkan menurut pendapat yang kuat dari Madzhab Syafi’i, harta yang sudah berkewajiban dizakati tidak diperbolehkan di pindah tangankan sebelum zakatnya dikeluarkan. Jika mengikuti pendapat kewajiban zakat tergolong ta’alluq fi dzimmah, maka boleh dipindah tangankan.
2. Piutang yang telah jatuh tempo wajib dikeluarkan zakatnya pada saatnya, meskipun belum diterima.
3. Piutang yang belum jatuh tempo, barang yang hilang, dan yang dicuri, pembayaran zakatnya dilakukan pada saat telah diterima.
Syarat-syarat dalam mengeluarkan zakat
1. Niat, kecuali ahli waris yang mengeluarkan zakatnya mayit.
2. Diambil dari obyek zakat. Kecuali zakat tijaroh. Menurut madzhab Hanafi boleh dikeluarkan dalam bentuk qimahnya.
3. Tamlik. Yakni diberikan kepada mustahiq dengan cara yang dapat memindah kepemilikan, tidak dalam bentuk suguhan dan yang semisal.
HARTA WAJIB ZAKAT
Dalam terminologi fiqh, zakat di bagi dua.
Pertama zakat maal (zakat harta)
Kedua zakat nafs (zakat fitrah).
Syarat-syarat kekayaan yang wajib dizakati.
1. Milik penuh. Yakni, dimiliki oleh perorangan atau secara kelompok (syirkah). Yang dimaksud “milik” menurut madzhab syafi’i adalah memungkinkan untuk ditasharrufkan oleh pemiliknya, meskipun tidak berada dalam kekuasaannya, seperti hilang atau dicuri. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, harta zakat yang tidak sedang dikuasai dan dapat dipergunakan oleh pemiliknya, seperti hilang atau dicuri, tidak wajib dikeluarakan zakatnya karena tidak dimiliki secara penuh.
2. Tidak diperoleh dengan cara haram , seperti korupsi, mencuri dan lain-lain.
3. Mencapai nishob
4. Haul. Yakni berlalu satu tahun hijriyah, pada obyek zakat tertentu. Zakat juga dapat dikeluarkan sebelum haul jika telah mencapai nishob.Menurut madzhab Hanafi, harta zakat harus selalu dalam kisaran nishob saat awal dan akhir haul. Sementara madzhab syafi’i mensyaratkan harta zakat harus selalu ada pada kisaran kadar nishob sepanjang tahun, kecuali dalam zakat perniagaan.
5. Lebih dari kebutuhan pokok. Demikian menurut madzhab Hanafi.
Harta Zakat
Ada beberapa pendekatan dalam menentukan macam-macam harta yang wajib dizakati, yakni pendekatan iqor (harta tidak bergerak) dan manqul (harta bergerak). Atau dengan pendekatan alkhorij( zakat dari hasil yang dicapai) dan ro’sul maal(zakat atas modal).
Saya menggunakan pendekatan yang kedua yaitu pendekatan alkhorij dan ro’sulmaal.
Zakat atas`hasil yang dicapai (alkhorij)
Zakat atas hasil yang dicapai berbeda dengan zakat atas modal dalam hal pembayarannya. Harta yang wajib dizakati berdasarkan hasil yang dicapai, penunaian zakatnya segera setelah didapat hasilnya tanpa terikat dengan syarat haul. Harta yang termasuk dalam kategori ini mengikuti Madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hanbali adalah:
1. Zakat atas hasil pertanian. Yakni, semua tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis, seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-sayuran, buah-buahan, rumput-rumputan, dan lain-lain. Demikian menurut pendapat Madzhab Hanafi.
Sedangkan menurut Madzhab Syafi’i, yang termasuk dalam golongan hasil pertanian hanyalah terbatas pada hasil pertanian yang dapat digunakan sebagai makanan pokok, seperti padi, gandum, kedelai, jagung, kacang, dan lain-lain, serta buah kurma dan anggur.
Semua hasil pertanian tersebut harus dikeluarkan segera zakatnya setiap kali musim panen apabila hasil panen sudah mencapai nishob (Lihat tabel nishob). Namun menurut Madzhab Hanafi berapapun yang dihasilkan dari hasil pertanian tersebut harus dikeluarkan zakatnya 10%, tanpa disyaratkan mencapai jumlah tertentu (nishob).
Dalam madzhab Syafi’i, lahan pertanian yang produksi dalam satu tahun, hitungan nishobnya menggunakan cara akumulasi dari beberapa hasil panen dalam satu tahun.
Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila menggunakan pengairan secara alami seperti, air hujan, sungai, mata air, adalah 10%. Sedangkan yang menggunakan alat-alat tertentu, sekira air tidak dapat menjangkau pada lahan pertanian kecuali dengan alat tersebut, maka kadar zakatnya adalah 5%.
Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan selain untuk alat pengairan tersebut diatas, seperti pupuk, obat-obatan, upah petugas irigasi (ulu-ulu=jawa), dan lain-lain, tidak dapat berpengaruh pada kadar zakat yang harus dikeluarkan, meskipun ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan.
Contoh 1:
Sawah tadah hujan atau menggunakan pengairan sungai, di tanami padi. Hasil panen yang di capai adalah 1500 kg . Zakat yang harus di keluarkan adalah: 10 % x 1500 kg = 150 kg.
Jika pengairannya menggunakan peralatan tertentu sekira air tidak dapat menjang kau tanpanya, maka zakatnya adalah : 5 % x 1500 kg = 75 kg.
Nishob gabah kering hasil konversi K.H.Muhammad Ma’shum bin ‘Ali adalah 1323,132 kg atau 815,758 kg beras putih.
Contoh 2:
Sawah tadah hujan atau menggunakan pengairan sungai ditanami padi.
pada lahan a hasil panen yang diperoleh adalah 500 kg.
Pada lahan b hasil panen yang diperoleh adalah 300 kg.
Pada lahan c hasil panen yang diperoleh adalah 500 kg.
Pada lahan d hasil panen yang diperoleh adalah 400 kg
Jumlah 1700 kg.
Zakat yang harus di keluarkan adalah : 10 % x 1700 kg = 170 kg.
Menurut Madzhab Hanafi zakat pertanian juga dapat ditunaikan dalam bentuk uang setara dengan nilai hasil pertanian yang harus di keluarkan, bukan 10 % dari harga jual.
Contoh :
Sawah tadah hujan atau menggunakan pengairan sungai di tanami padi, menghasilkan panen 1500 kg, laku terjual Rp 1.400.000. Harga pasar per 100 kg
Rp 100.000.
Zakat yang semestinya di keluarkan adalah 150 kg, (= 10 % x 1500 kg).
Dapat juga di tunaikan Rp 150.000. (harga pasar 150 kg).
2. Madu. Dalam pandangan madzhab Hanafi dan Hanbali, hasil lebah adalah bagian dari obyek terkena zakat, karena di analogkan dengan hasil pertanian. Akan tetapi keduanya berbeda dalam cara mengeluarkan zakat.
Madzhab Hanbali berpendapat, zakat hasil lebah dikeluarkan 10% dari penghasilan jika hasil yang dicapai mencapai nishob.
Sementara madzhab Hanafi berpendapat, pada tiap-taip berproduksi, harus dikeluarkan zakatnya sebesar 10%, berapapun hasil yang dicapai.
3. Harta temuan peninggalan jahiliyah (rikaz) dan hasil tambang. Yakni harta emas dan perak yang diketahui peninggalan zaman pra Islam (Jahiliyah) dan harta hasil usaha eksploitasi tambang emas dan perak. Sedangkan menurut Hanbali dan Hanafi, harta rikaz tidak terbatas pada emas dan perak. Demikian juga yang dimaskud dengan hasil pertambangan tidak terbatas pada hasil tambang emas dan perak, akan tetapi mencakup semua hasil pertambanagn baik padat seperti emas dan perak atau cair seperti minyak.
Adapun kadar zakat yang harus dikeluarkan dari hasil tambang adalah 2,5%, kecuali menurut Madzhab Hanafi dan Hanbali yang mewajibkan 20% . Sedangkan kadar zakat dari rikaz adalah 20%.
Zakat atas modal
Zakat atas modal adalah zakat yang dihitung berdasarkan harta pokok dan hasil yang didapat, bukan atas hasil saja. Biasanya, zakat atas harta yang berdasarkan modal atau pokok akan mengikuti kaidah haul, yaitu berlalu satu tahun. Yang termasuk dalam kategori ini adalah :
1. Hewan ternak. Yakni Onta, sapi/kerbau dan kambing/domba.
Adapun hewan ternak selain yang disebutkan diatas, seperti unggas (ayam, bebek, burung, dan lain-lain) dan perikanan, tidak dikenakan zakat peternakan atasnya. Akan tetapi jika hewan tersebut dijadikan sebagai usaha perdagangan, seperti usaha peternakan ayam, bebek atau tambak, maka dikenakan zakat perdagangan dan berlaku segala ketentuan-ketentuan zakat perdagangan.
Hewan ternak yang terkena wajib zakat harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
• Digembalakan, yakni sengaja diurus sepanjang tahun atau dalam mayoritas satu tahun untuk memperoleh susu, daging dan hasil pengembang biakannya. Ternak gembalaan adalah ternak yang memperoleh makanan dilapangan pengembalaan terbuka atau milik sendiri. Syarat ini tidak disepakati oleh Madzhab Maliki.
• Tidak untuk dipekerjakan seperti untuk membajak, mengairi tanaman, digunakan alat transportasi, dan sebagainya. Syarat ini juga tidak disepakati oleh Madzhab Maliki.
2. Emas dan perak. Kewajiban zakat emas dan perak tidak berlaku pada perhiasan yang dipergunakan secara halal. Kecuali menurut madzhab Hanafi.
Mengenai uang yang beredar pada masa sekarang, para ulama’ berbeda pendapat dalam kewajiban zakat. Sebagaian ulama’ mewajibkan zakat atas uang yang beredar saat ini karena ada kemiripan dengan emas dan perak sehingga dapat dianalogkan.
3. Perniagaan (tijaroh). Yang dimaksud dengan harta perniagaan, adalah semua yang dipergunakan untuk diperjual belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang, seperti alat-alat, pakaian, hewan ternak, mobil dan lain-lain, maupun berupa jasa, seperti jasa transportasi, perhotelan, dan lain-lain yang diusahakan oleh perorangan maupun oleh usaha perserikatan, seperti C.V, P.T. dan lain-lain. Demikian menurut Madzhab Maliki. . pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh al-Habib Ahmad bin Hasan al-Atthos.
Termasuk dalam kategori perniagaan, membeli dengan tujuan sebagai investasi yang kelak akan dijual apabila memperoleh keuntungan, walaupun disertai dengan tujuan dipergunakan sendiri selama belum terjual, seperti membeli tanah, mobil, dan lain-lain. Namun menurut Madzhab Maliki zakat yang harus dikeluarkan hanya ketika sudah terjual, bukan setiap genap satu tahun (haul).
Bukan termasuk perniagaan, usaha yang dijalankan dengan cara pembibitan, yakni pengembangan usaha yang di hasilkan dari hasil pengembangbiakan dari induk, seperti membeli telur ayam untuk di jual hasil penetasannya, membeli biji tanaman untuk dijual hasil tumbuhan yang dihasilkan. Demikian menurut madzhab Syafi’i.
Azas pendekatan zakat atas harta perniagaan adalah:
• Nishobnya setara dengan 543,35 gram perak, bukan setara dengan nishob emas. Demikian ini dikarenakan pada umumnya harga perak lebih rendah dari harga emas, dan terdapat ketentuan, apabila harta perniagaan sudah setara dengan salah satu dari nishob emas atau perak maka harus dikeluarkan zakat atasnya.
• Acuan perhitungan yang digunakan, adalah laporan buku tahunan (akhir haul), meliputi uang kas, piutang dapat tertagih dan barang yang siap diperdagangkan (persediaan barang). Menurut madzhab Hanafi acuan perhitungan yang digunakan adalah awal dan akhir haul. Sementara menurut madzhab Hanbali acuan yang digunakan adalah sepanjang tahun/haul.
• Tidak dikenakan pada modal investasi/aktiva tetap, seperti bangunan, peralata-peralatan dan lain-lain.
• Komoditas yang diperdagangkan halal.
• Diperhitungkan sebelum pajak (before tax) sesuai dengan UU PPH No.17 Tahun 2000 .
• Besarnya jumlah zakat yang harus dikeluarkan adalah berdasarkan market value.
• Usaha patungan dengan non muslim labanya dipisahkan secara proposional berdasarkan modal masing-masing.
• Kompensasi rugi tahun lalu, tidak diperkenankan dikurangkan pada penghasilan tahun berjalan.
• Jika tidak memungkinkan membayar zakat dalam bentuk uang, maka dapat menggantinya dengan materi lain dengan mempertimbangkan yang lebih bermanfaat bagi mustahiqqin.
• Diperkenankan membayar dimuka zakat cicilan (ta’jil) per periode haul.
• Modal perdagangan yang digunakan untuk kepentingan lain (qinyah), tidak lagi menjadi komponen zakat yang diperhitungkan.
Cara menghitung zakat perniagaan
Kekayaan yang dimiliki usaha perniagaan tidak akan lepas dari salah satu atau semua dari tiga bentuk di bawah ini :
1. Kekayaan dalam bentuk barang (persediaan barang).
2. Uang tunai (uang kas).
3. Piutang dapat tertagih.
Yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah ketiga bentuk harta di atas.
Contoh 1 :
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku akhir tahun (haul) per 1 Muharrom 1425 H. memiliki keadaan sebagai berikut:
1. Stok meubel 5 set seharga Rp 10.000.000.
2. Uang tunai (kas) Rp 15.000.000.
3. Piutang dapat tertagih Rp 2.000.000
Jumlah Rp 27.000.000.
Zakat yang harus dikeluarkan adalah : 2,5 % x Rp 27.000.000. = Rp 675.000.
Nishob zakat setara dengan 543,35gr perak, asumsi harga perak @Rp 5000.= 543,35 x Rp 5000 = Rp 2.716.750.
Contoh 2 :
Sebuah toko pakaian pada tutup buku akhir tahun (haul) per 1 Muharrom 1425 H. memiliki keadaan sebagai berikut :
1. Stok barang senilai Rp 15.000.000.
2. Uang tunai (kas) Rp 5.000.000.
3. Piutang dapat tertagih Rp 10.000.000.
Jumlah Rp 30.000.000.
Hutang belum terbayar (tidak dapat Rp 5.000.000.
terbayar kecuali dengan harta wajib
zakat)
Saldo Rp 25.000.000.
Zakat yang harus di keluarkan adalah : 2,5 % x 25.000.000. = Rp 625.000.
Contoh 3 :
Neraca PT PERMATA per 1 Muharrom (haul) menyajikan informasi sebagai berikut :
NERACA
Per 1 Muharrom 1425 H. (Dalam jutaan rupiah)
AKTIVA LANCAR
Kas 5.670.
Bank 17.100.
Piutang usaha 20.000.
Persediaan 65.800.
Total aktiva lancar 108.570.
AKTIVA TETAP
Kendaraan 26.500.
Akumulasi Penyusutan (23.850)
Nilai Buku 2.650.
KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
Hutang usaha 46.340.
Hutang gaji 1.950.
Total kewajiban
Jangka pendek 48.290.
KEWAJIBAN JANGKA
PANJANG 35.000
EKUITAS
Modal saham 27.930
TOTAL AKTIVA 111.220 TOTAL KEWAJIBAN
DAN EKUITAS 111.220
Penjelasan:
Seluruh piutang usaha termasuk dalam kategori lancar.
Kewajiban hutang telah memenuhi ketentuan seperti telah di kemukakan diatas.
Berdasarkan informasi di atas, zakat yang yang wajib di keluarkan P.T. PERMATA dapat di hitung sebagai berikut :
Harta kena zakat
Kas Rp 5.670.000.000.
Piutang usaha Rp 20.000.000.000.
Persediaan Rp 75.000.000.000.
Jumlah (A) RP 117.720.000.000.
Kewajiban yang mengurangi harta kena zakat
Hutang usaha Rp. 46.340.000.000.
Hutang gaji Rp 1.950.000.000.
Jumlah (B) Rp 48.290.000.000.
Selisih (A-B) Rp 69.430.000.000.
Zakat yang harus di keluarkan :
2,5% x Rp 69.430.000.000. = 1.735.750.000.
(Penghitungan dapat berlaku untuk perseorangan maupun pada perusahaan patungan).
4. Zakat atas penghasilan (profesi).
Zakat atas penghasilan atau zakat profesi adalah istilah yang muncul dewasa ini. Adapun istilah Ulama salaf bagi zakat atas penghasilan atau profesi biasanya di sebut dengan “Almalul mustafad”. Yang termasuk dalam kategori zakat mustafad adalah, pendapatan yang dihasilkan dari profesi non zakat yang dijalani, seperti gaji pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, dan lain-lain, atau rezeki yang di hasilkan secara tidak terduga seperti undian, kuis berhadiah (yang tidak mengandung unsur judi), dan lain-lain.
Mayoritas Ulama’ tidak mewajibkan zakat atas hasil yang didapat dengan cara di atas. Namun ulama’ kontemporer seperti D.R.Yusuf Qordlowi berpendapat wajib di keluarkan zakatnya, hal demikian merujuk pada salah satu riwayat pendapat dari Imam Ahmad bin Hanbal (Madzhab Hanbali) dan beberapa riwayat yang menjelaskan hal tersebut.
Diantaranya adalah riwayat dari Ibnu Mas’ud, Mu’awiyyah, Awza’i dan Umar bin Abdul Aziz yang menjelaskan bahwa beliau mengambil zakat dari ‘athoyat (gaji rutin), jawaiz (hadiah) dan almadholim (barang ghosob/curian yang di kembalikan). Abu Ubaid meriwayatkan, “Adalah Umar bin Abdul Aziz, memberi upah pada pekerjanya dan mengambil zakatnya, dan apabila mengembalikan almadholim (barang ghosob/curiang yang di kembalikan) diambil zakatnya, dan beliau juga mengambil zakat dari ‘athoyat (gaji rutin) yang di berikan kepada yang menerimanya.
Atas dalil-dalil tersebut di atas dengan merujuk pada Madzhab Hanbali, beberapa ulama kontemporer berpendapat adanya zakat atas upah atau hadiah yang di peroleh seseorang. Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya atau hadiah yang didapat menjadi kaya, maka ia wajib zakat atas kekayaan tersebut. Akan tetapi jika hasil yang di dapat hanya sekedar untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya, atau lebih sedikit, maka baginya tidak wajib zakat, bahkan apabila hasilnya tidak mencukupi untuk kebutuhan hidupnya dan keluarganya maka ia tergolong mustahiq zakat.
Nishob dan kadar zakat mustafad
Ada beberapa pendapat yang muncul mengenai nishob dan kadar zakat profesi, yang di kemukakan oleh beberapa Ulama kontemporer, berikut masing-masing pendapat tersebur :
1. Menganalogikan (men-qiyas-kan) secara mutlak dengan hasil pertanian, baik nishob maupun kadar zakatnya. Dengan demikian nishobnya adalah setara dengan nishob hasil pertanian yaitu 652,5 kg beras (hasil konversi D.R.Wahbah Azzuhaili), kadar yang harus di keluarkan 5% dan harus dikeluarkan setiap menerima.
2. Menganalogikan nishobnya dengan zakat hasil pertanian, sedangkan kadar zakatnya dianalogkan dengan emas yakni 2,5%. Hal tersebut berdasarkan atas qiyas atas kemiripan (qiyas syabah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni :
• Model memperoleh harta tersebut mirip dengan panen hasil pertanian. Dengan demikian maka dapat di qiyaskan dengan zakat pertanian dalam hal nishobnya.
• Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan adalah berupa mata uang. Oleh sebab itu, bentuk harta ini dapat diqiyaskan dengan zakat emas dan perak (naqd) dalam hal kadar zakat yang harus di keluarkan yaitu 2,5%.
Adapun pola penghitungan nishobnya adalah dengan mengakumulasikan pendapatan perbulan pada akhir tahun, atau di tunaikan setiap menerima, apabila telah mencapai nishob
3. Mengkategorikan dalam zakat emas atau perak dengan nengacu pada pendapat yang menyamakan mata uang masa kini dengan emas atau perak (lihat penjelasan zakat uang). Dengan demikian nishobnya adalah setara dengan nishob emas atau perak sebagaimana penjelasan terdahulu, dan kadar yang harus dikeluarkan adalah 2,5%. Sedangkan waktu penunaian zakatnya adalah segera setelah menerima (tidak menuggu haul).
Pendapat ketiga inilah yang saya ambil sebagai pegangan, karena sesuai dengan yang tercantum didalam kitab Madzhab Hanbali yang menjadi acuan atas diwajibkannya zakat profesi dan pendapatan tak terduga tanpa harus menganalogkan (men-qiyas-kan) secara paksa dengan zakat-zakat yang lain dengan mempertimbangkan kemampuan menganalogkan (men-qiyas-kan) permasalahan, sehingga menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan hukum.
Zakat mustafad dari hasil hadiah undian atau kuis
Apabila harta yang diperoleh dari hasil undian atau kuis baik dalam bentuk uang atau barang sudah setara dengan nishob perak maka zakat yang di keluarkan adalah 2,5%, sebagaimana zakat emas dan perak, dan di tunaikan segera setelah diterima.
Hadiah berupa uang tunai yang pajakanya ditanggung oleh penerima, zakatnya dihitung setelah dipotong pajak (after tax), hal demikian disebabkan pada umumnya apabila pajak hadiah ditanggung oleh penerima , maka hadiah yang diterima sudah dipotong pajak, sehingga kenyataan hasil yang diterima adalah sejumlah yang sudah terpotong pajak. Sedangkan hadiah yang pajaknya tidak ditanggung oleh penerima atau hadiah berupa barang, baik pajaknya ditanggung oleh penerima atau tidak, maka zakatnya dihitung sebelum pajak (before tax) karena kewajiban pajak tidak berpengaruh atas penghitungan zakat dari hasil yang diterima.
Contoh 1:
Bapak Sulaiman memperoleh hadiah sebesar Rp 100.000.000. pajak hadiah ditanggung pemenang. Cara menghitung zakatnya adalah :
Hadiah Rp 100.000.000.
Pajak 20% x 100.000.000. Rp 20.000.000.
Total yang diterima Rp 80.000.000.
Maka zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% x Rp 80.000.000 = 2.000.000.
Nishob setara dengan 543,35gr perak, asumsi harga perak @ Rp 5000. = 543,35 x 5000 = Rp 2.716.750.
Contoh 2:
Bapak Samsul memperoleh hadiah mobil senilai 200.000.000.pajak hadiah ditanggung atau tidak di tanggung pemenang. Cara menghiting zakatnya adalah:
Nilai hadiah Rp 200.000.000.
Pajak 20% x 200.000.000. Rp 40.000.000.
Maka zakat yang dikeluarkan adalah : 2,5% x 200.000.000 = 5.000.000. (pajak hadiah tidak mengurangi nilai zakat yang dihitung).
Zakat An nafs (Zakat fitrah)
Ibnu Qutaibah berkata :
Yang dimaksud dengan zakat fitrah adalah zakat jiwa. Nama ini diambil dari kata fitrah yang berarti asal kejadian. Dengan demikian zakat fitrah adalah zakat sebagai pembersih jiwa, sebagaimana zakat mall sebagai pembersih harta dari hak-hak mustahiq.
Adapun hikmah diwajibkannya zakat fitrah dalam bulan Ramadan adalah:
1. Menumbuhkan rasa kasih sayang terhadap fakir miskin. Diharapkan dengan zakat yang diberikan, mereka tercukupi kebutuhannya pada saat hari raya dan dapat bersuka cita bersama lainnya.
2. Bagi yang menunaikannya, hal tersebut sebagai pembersih dari kekhilafan-kekhilafan yang dilakukan saat berpuasa. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah S.A.W. dalam hadisnya. Dari Ibnu Abbas R.A yang diriwayatkan Imam Ahmad : Zakat fitrah merupakan pembersih bagi orang yang berpuasa dari berbagai macam hal yang tidak bermanfaat dan perkataan yang “rofats” (jorok dan kotor), juga sebagai hidangan bagi kaum miskin………
Kewajiban zakat fitrah
Kewajiban zakat fitrah berlaku bagi mereka yang mempunyai kekayaan harta senilai satu nishob perak atau setara dengan nilai 543,35 gr perak diluar kebutuhan sandang pangan dan papan bagi dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Demikian menurut madzhab Hanafi.
Sementara menurut tiga madzhab lainnya, zakat fitrah di wajibkan atas mereka yang pada saat malam dan siangnya hari raya, mempunyai kelebihan dari kebutuhan sandang, pangan dan papan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.
Zakat fitrah juga wajib ditunaikan atas orang-orang yang menjadi tanggungannya, termasuk istri yang tertalak roj’i (istri yang sudah dikumpuli dan tertalak satu atau dua) dan masih dalam masa iddah.
Zakat fitrah diwajibkan atas mereka yang menjumpai bagian dari bulan Ramadan dan tanggal satu Syawal (terhitung mulai masuk waktu Maghrib malam hari raya). Oleh karenanya seorang yang meninggal setelah masuk waktu Maghrib malam lebaran (memasuki tanggal satu syawal), harus ditunaikan zakat fitrah atasnya. Demikian pula bayi yang baru dilahirkan sesaat sebelum masuk waktu Maghrib dan terus hidup sampai masuk waktu Maghrib malam lebaran, orang tua harus menunaikan zakat fitrah atasnya. Sebaliknya orang yang meninggal sebelum masuk waktu Maghrib malam lebaran (sebelum masuk tanggal satu Saywwal) dan bayi yang dilahirkan setelah masuk waktu Maghrib malam lebaran (setelah masuk tanggal satu Syawal) tidak wajib di tunaikan zakat atasnya.
Zakat fitrah harus ditunaikan selambat-lambatnya sebelum masuk waktu Maghrib hari raya (masuk tanggal dua Syawwal) dan boleh ditunaikan mulai masuk bulan Ramadan (ta’jil).
Kadar zakat fitrah
Kadar zakat fitrah yang harus di tunaikan adalah, satu sho’dari makanan pokok (beras putih) atau setara dengan 2,720 kg beras putih. Demikian menurut hasil konversi K.H.Muhammad Ma’shum bin Ali. Menurut hasil konversi lain yang di sebutkan dalam kitab Mukhtashor Tasyyidul bunyan, satu sho’ setara dengan 2,5 kg.
Disamping zakat fitrah bisa di tunaikan dalam bentuk beras putih juga dapat ditunaikan dalam bentuk uang senilai beras putih yang harus dikeluarkan. Demikian menurut madzhab maliki. Akan tetapi kebolehan ini disertai hukum makruh.
Sedangkan menurut madzhab Hanafi zakat fitrah dapat ditunaikan dalam bentuk uang senilai setengah sho’ gandum atau tepung gandum setara dengan 1,907 kg. .
MANAJEMEN DISTRIBUSI ZAKAT
Mustahiq Zakat
Orang-orang yang berhak menerima harta zakat, terbagi atas delapan golongan (ashnaf), sebagaimana diterangkan dalam Alqur’an :
انما الصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليها والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السبيل فريضة من الله والله عليم حكيم.
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin, amil-amil zakat, para mu’allaf yang di luluhkan hatinya, para budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang di wajibkan Allah, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana.(Q.S.Attaubah :60).
Fakir dan Miskin
Fakir dan miskin adalah mereka yang kebutuhan hidupnya tidak tercukupi. Mereka berasal dar golongan :
1. Orang yang tidak punya harta dan usaha sama sekali.
2. Orang yang punya harta atau usaha , tapi tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup diri sendiri dan keluarga yang harus ditanggungnya (penghasilannya tidak mencukupi kebutuhannya).
3. Orang yang punya harta dan usaha, tapi hanya dapat mencukupi separuh atau lebih sedikit dari kebutuhannya dan keluarga yang harus ditanggungnya (tidak nencukupi seluruh kebutuhan hidupnya).
Bagian fakir miskin
Fakir miskin terbagi menjadi :
1. Orang yang sanggup bekerja dan mencari nafkah yang dapat mencukupi dirinya dan keluarganya seperti buruh, pedagang kecil, petani, dan lain-lain, akan tetapi mereka kekurangan sarana, prasarana atau modal, sehingga tidak dapat memperoleh hasil yang mencukupi kebutuhannya. Mereka diberi bagian zakat yang memungkinkannya dapat mencari nafkah sesuai dengan kebutuhannya, sehingga mereka akan dapat mencukupi kebutuhan hidupnya secara layak untuk seterusnya dan mereka tidak lagi membutuhkan zakat untuk waktu yang akan datang. Dengan demikian mereka yang tidak bekerja (pengangguran) karena malas, padahal sebenarnya masih terdapat lapangan/kesempatan bekerja yang layak baginya, mereka bukan tergolong fakir miskin yang berhak menerima zakat, karena sesungguhnya mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Orang yang tidak mampu bekerja dan mencari nafkah seperti orang lumpuh, buta, janda, tua renta, dan lain-lain. Mereka diberi zakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
3. Orang yang tidak mempunyai kesempatan bekerja karena kesibukan belajar atau mengajar (ilmu agama), sedang kebutuhannya tidak tercukupi. Mereka diberi zakat untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Amil zakat
Amil zakat adalah mereka yang diangkat oleh penguasa untuk mengurus zakat dan segala persoalannya.
Dalam hadits:
استعملني عمر على الصدقة فلما فرغت وأديتها اليه أمر لي بعمالة, فقلت انما عملت لله, فقال : خذ ما أعطيت فاني عملت على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فعملني, فقلت مثل قولك, فقال رسول لي رسول الله صلى الله عليه وسلم : اذا أعطيت شيأ من غير أن تسأل فكل وتصدق.
Aku (Abdullah bin As Sa’dy) telah di angkat Umar untuk menjadi seorang amil mengurus zakat. Maka manakala aku telah selesai mengerjakan urusan itu dan aku serahkan kepadanya, Umarpun menyuruh memberikan kepadaku upahku. Disaat itu aku berkata : Saya beramal karena Allah, mendengar itu Umar berkata : Aku sendiri di masa Rasulullah S.A.W sering di jadikan seorang amil, dan aku juga pernah mengatakan kepada Rasululullah S.A.W. seperti apa yang engkau katakan kepadaku ini. Perkataanku di jawab Rasul dengan sabdanya : Apabila di berikan sesuatu kepada engkau dengan tidak engkau memintanya, maka makanlah dan sedekahkanlah. (H.R.Bukhori Muslim).
Syarat-syarat amil zakat :
1. Muslim yang jujur dan amanah.
2. Mukallaf (baligh dan berakal).
3. Laki-laki. Menurut salah satu pendapat dalam madzhab Hanbali tidak disyaratkan laki-laki.
4. Sehat pendengaran dan pengelihatan.
5. Memahami hukum-hukum zakat.
6. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas.
Petugas zakat yang bersifat pendukung seperti sekretaris, pengumpul zakat, pencatat zakat, hanya disyaratkan, muslim, jujur, mukallaf, dan laki-laki.
Tugas amil zakat
Secara garis besar, tugas amil zakat terdiri dari dua bagian :
1. Urusan pengumpulan zakat.
Tugasnya adalah melakukan sensus terhadap orang yang wajib zakat (muzakki), jenis harta yang mereka miliki, besar harta yang wajib dizakati. Selanjutnya amil memungut zakat dari para wajib zakat, menyimpan dan menjaganya untuk selanjutnya diserahkan kepada yang berhak menerima (mustahiq).
2. Urusan pembagian zakat
Tugasnya adalah memilih cara yang paling tepat untuk mengetahui para penerima zakat (mustahiq), kemudian melaksanakan klarifikasi terhadap mereka dan menyatakan hak-hak mereka. Selain itu amil juga menghitung jumlah kebutuhan mereka dan jumlah biaya hidup yang cukup untuk mereka. Akhirnya data ini di gunakan untuk meletakkan dasar-dasar yang sehat dalam pembagian zakat tersebut, sesuai dengan jumlah dan kondisi sosialnya dan tepat sasaran.
Hak dan kewajiban amil zakat
1. Tugas-tugas yang dipercayakan pada amil zakat adalah bersifat pemberian kuasa dari penguasa, karenan amil zakat adalah mereka yang membantu penguasa untuk mengumpulkan, menyalurkan dan urusan-urusan lain yang berhubungan dengan zakat, sehingga sewaktu-waktu dapat diganti atau diberhentikan oleh yang berwenang.
2. Hasil yang terkumpul dari muzakki harus disalurkan sesuai dengan kebutuhan mustahiq, baik dalam bentuk uang tunai atau barang yang dibutuhkan mustahiq, seperti alat-alat pertanian, pertukangan dan lain-lain, dan tidak dapat diperdagangkan, dikembangkan sebelum diserahkan kepada mustahiq, karena pada hakekatnya mereka adalah wakil dari para mustahiq dalam penerimaan zakat
3. Para petugas zakat (amil zakat) meskipun kaya, berhak mendapat bagian zakat dari kuota amil zakat yang di berikan oleh pihak yang mengangkat mereka dengan syarat tidak melebihi dari upah umumnya serta mempertimbangkan kinerja dan keuangan zakat, dan bahwa kuota tersebut tidak melebihi seperdelapan zakat (12,5%). Namun sebaiknya gaji para petugas zakat ditetapkan dan diambil dari anggaran negara, sehingga hasil zakat dapat di salurkan sepenuhnya kepada para mustahiq. Seorang petugas zakat tidak diperkenankan menerima sogokan, hadiah atau hibah, baik dalam bentuk uang ataupun barang.
4. Seorang petugas zakat harus jujur dan bertanggung jawab terhadap uang dan barang zakat yang ada di kekuasaannya, dan bertanggung jawab mengganti kerusakan yang terjadi akibat kecerobohan dan kurang perhatiannya. Instansi yang mengangkat dan membentuk lembaga zakat harus mengadakan inspeksi dan mengaudit serta menindak lanjutinya, dari lembaga zakat.
5. Petugas zakat harus mempunyai etika keislaman secara umum, seperti bersikap santun dan ramah kepada para muzakki dan mustahiq serta selalu mendoakan mereka.
6. Petugas zakat seharusnya dapat menjelaskan permasalahan zakat dan urgensinya dalam masyarakat Islam,dan menyalurkan zakat dengan segera.
7. Selayaknya lembaga zakat mempunyai sarana gedung, administrasi dan sarana-sarana lain yang diperlukan yang diambilkan dari anggaran pemerintah atau dermawan, bukan dari zakat yang terkumpul.
Golongan muallaf
Golongan muallaf ialah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau harapan keislamannya diikuti oleh lainya, atau terhalangnya niat jahat atas kaum muslimin, atau harapan akan adanya kemanfaatan dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.
Kelompok muallaf ini terbagi kedalam beberapa golongan, yang muslim maupun yang non muslim, yaitu:
1. Golongan muslim yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya terhadap Islam dapat bertambah.
2. Pimpinan atau tokoh masyarakat yang telah memeluk Islam dan banyak mempunyai pengikut yang masih belum Islam dengan harapan keislamannya diikuti oleh para pengikutnya.
3. Kaum muslim yang bertempat di perbatasan kantong-kantong non muslim dengan harapan dapat menghalau serangan atas kaum muslimin atau dapat memberikan informasi penting yang berguna dalam strategi peperangan.
4. Golongan non muslim yang diharapkan keislamannya atau mencegah niat jahatnnya terhadap kaum muslim dengan pemberian zakat. Demikian menurut madzhab Hanbali.
Muallaf termasuk dalam kategori delapan golongan yang berhak menerima zakat, legalitas hukumnya masih tetap berlaku sampai sekarang dan tidak di nasakh, Namun madzhab Hanafi berpendapat golongan muallaf legalitas hukumnya sudah ternasakh dengan hadits Nabi S.A.W :
فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم .
“Beritahu pada mereka bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat atas orang-orang Islam yang kaya dan di berikan pada orang-orang Islam yang fakir” (H.R.Bukhori Muslim), Bahkan sudah tidak diterapkan pada zaman khalifah Abu Bakar Asshiddiq R.A, dikarenakan tujuan semula dari pemberian zakat pada golongan muallaf adalah untuk memperkuat posisi Islam, sedangkan hal itu pada saat ini sudah tidak dibutuhkan.
Riqob (Dana untuk memerdekakan budak).
Riqob artinya budak (hamba sahaya) yang menjalin perjanjian dan kesepakatan dengan tuannya bahwa bila ia sanggup menghasilkan harta dengan jumlah tertentu maka ia akan merdeka (Akad Kitabah). Dana untuk memerdekakan budak artinya adalah dana yang dipergunakan untuk membebaskan Riqob.
Dana untuk memerdekakan budak tidak diberikan kepada budak yang bersangkutan atau kepada tuannya atas sepengetahuannya, kecuali untuk keperluan pembebasannya. Jumlah harta zakat yang di alokasikan untuk riqob ini sesuai dengan kebutuhan dan prioritas. Golongan ini pada masa kini barangkali sudah tidak dijumpai lagi.
Ghorimin (Orang yang berhutang).
Ghorimin adalah orang yang mempunyai hutang yang dapat tertagih, sedang ia tidak mempunyai harta senilai lebih dari satu nishob perak atau setara dengan nilai 543,35 gr perak diluar kebutuhan hidupnya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya untuk membayar hutangnya. Demikian menurut madzhab Hanafi. Menurut madzhab Maliki, termasuk dalam kategori ghorim, orang yang sudah meninggal dengan meninggalkan hutang yang belum lunas.
Macam-macam Ghorimin
1. Orang yang berhutang karena kebutuhannya seperti untuk biaya pengobatan, biaya perkawinan, melunasi hutang, membayar denda, dan lain-lain dan ia merasa kesulitan untuk melunasi hutangnya.
2. Orang yang yang berhutang untuk kepentingan orang lain, seperti untuk menanggung pihak-pihak yang bertikai guna meredam pertikaian di antara mereka.
3. Orang yang berhutang untuk di pergunakan pada keperluan kepentingan umum seperti pembangunan masjid, jembatan, dan lain-lain.
Syarat-syarat Ghorimin
a. Tidak mempunyai harta senilai lebih dari satu nishob perak atau setara dengan 543,35 gr. Demikian menurut Madzhab Hanafi. Sedangkan tiga Madzhab lain berpendapat, zakat dapat di berikan pada ghorimin walaupun mampu membayar hutangnya, kecuali ghorimin yang berhutang untuk memenuhi kebutuhannya, maka disyaratkan tidak mempunyai kelebihan harta diluar kebutuhan hidupnya dan orang yang harus ditanggungnya.
b. Hutang digunakan untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah atau mengerjakan sesuatu urusan yang diperbolehkan menurut ketentuan hukum Islam. Sedangkan apabila ia mempunyai hutang karena satu kemaksiatan atau pekerjaan yang di haramkan, seperti berhutang untuk dipergunakan secara berlebih-lebihan/boros (isrof) padahal ketika berhutang ia sudah dapat memperkirakan tidak akan dapat melunasinya, judi, dan lain-lain maka ia tidak berhak menerima zakat.
c. Sudah jatuh tempo, atau tidak menyebutkan waktu pembayaran hutang.
Bagian Ghorimin
Golongan Ghorimin mendapat bagian zakat sejumlah hutang yang ditanggungnya dan hanya digunakan untuk membayar hutangnya, tidak di perkenankan untuk keperluan lain.
Hal-hal yang berkaitan dengan Ghorimin
Bila kreditor (yang menghutangi) membebaskan piutangnya dari seorang debitur (yang punya hutang), hal tersebut tidak dapat di anggap sebagai zakat,walaupun debitur berhak menerima zakat. Demikian menurut pendapat yang kuat dari madzhab Sayafi’i dan Maliki.
Diantara bentuk-bentuk cabang dari masalah ini dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Bila seorang wajib zakat membayar zakat kepada debiturnya, kemudian setelah diterima, debitur mengembalikannya kepada kreditor sebagai pelunasan atau cicilan hutangnya tanpa ada persyaratan sebelumnya, maka zakat di anggap sah dan hutang terpenuhi.
2. Bila kreditor membayar zakat hartanya kepada debitur dengan syarat herus dikembalikan kepadanya sebagai pembayaran atau cicilan hutang, maka zakat tidak sah dan hutang tidak terbayar.
3. Bila debitur mengatakan kepada kreditur, “Bayarkan saja zakat hartamu kepadaku biar dapat kubayar atau kucicil hutangku kepadamu” Kemudian hal tersebut dilaksanakan, maka zakat tersebut sah. Harta menjadi milik debitur. Dia tidak harus membayarkannya kepada kreditur sebagai pelunasan atau cicilan hutangnya.
Fi-sabilillah (di jalan Allah)
Fi-sabilillah adalah mereka yang berjuang untuk membela dan menegakkan agama Islam dengan cara berperang atau menyebarkan agama dan ajara-ajaran agama Islam. Golongan fi-sabilillah saat ini adalah :
1. Para mujahidin yang berperang untuk membela dan mempertahankan tegaknya agama Islam, yang tidak mendapat gaji dari penguasa.
2. Para ustadz, ulama, mu’adzin, yang mengajarkan, menyebarkan dan menyeru ajaran-ajaran agama Islam, dan mereka tidak mendapat bayaran dari penguasa. Demikian menurut madzhab Maliki.
3. Sarana-sarana pendidikan dan peribadatan Islam, serta sarana-sarana untuk kepentingan umum, seperti Madrasah, Pondok Pesantren, Masjid, Musholla, jembatan, dan lain-lain. Demikian menurut pendapat para ulama yang di kutip oleh Imam Qoffal.
Dengan demikian yang dimaksud dengan golongan fi-sabilillah adalah memperjuangkan agama secara umum yang bertujuan memelihara dan menjunjung tinggi agama, seperti maju ke medan pertempuran, dakwah, membela hukum Islam, menentang berbagai jenis serangan terhadap ajaran Islam dan sebagainya.
Dari sini jelas bahwa fi-sabilillah tidak berarti hanya terbatas pada kegiatan militer, tetapi lingkupnya lebih luas seperti :
• Pendanaan kegiatan kemiliteran yang berusaha menaikkan martabat Islam, menghadapi dan mempertahankan berbagai serangan terhadap Islam dan kaum muslimin di berbagai tempat, seperti di Palestina, Afghanistan, Iraq, Filipina dan lain-lainnya.
• Membantu kegiatan, baik pribadi maupun kelompok yang bertujuan mengembalikan kekuasaan kepada pihak Islam, melaksanakan hukum Islam, menentang semua gerak langkah musuh-musuh Islam yang bertujuan mengikis akidah Islam dan menyingkirkan hukum Islam dari percaturan dunia.
• Memberikan suntikan dana kepada pusat-pusat kegiatan dakwah Islam guna menyiarkan agama Islam dengan berbagai cara, dan pembangunan masjid-masjid sebagai pusat kegiatan dakwah.
• Memberikan suntikan dana terhadap kegiatan-kegiatan yang bekerja serius untuk melanggengkan Islam terutama di daerah-daerah minoritas muslim.
• Melengkapi dan memenuhi sarana-sarana yang dibutuhkan kaum muslim, seperti jembatan, dan lain-lain, terutama di daerah-daerah minoritas muslim yang minus dan belum tersentuh oleh pembangunan.
Ibnu sabil
Ada beberapa pendapat tentang arti dari ibnu sabil sebagaimana diuraikan berikut ini :
1. Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan menuju suatu tujuan dan tidak untuk bermaksud ma’siyat, baik karena tersesat, salah perhitungan, hilang perbekalannya karena dicuri/dirampok, dan lain-lain, sedang ia tidak mempunyai bekal yang di butuhkan. Demikian menurut madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hanbali
2. Orang yang bermaksud mengadakan perjalanan bukan untuk maksiyat seperti belajar, mengunjungi sanak keluarga, dan lain-lain, tetapi tidak mendapat biaya untuk bekal perjalanannya. Demikian menurut madzhab Syafi’i.
Zakat yang diberikan kepada mereka hanya sekedar bekal perjalanan yang mereka butuhkan.
Syarat-syarat orang yang berhak menerima zakat.
1. Orang muslim. Secara umum orang non muslim tidak berhak atas bagian dari harta zakat, kecuali mereka yang termasuk dalam kategori muallaf mengikuti pendapat dari madzhab Hanbali.
2. Bukan dari golongan keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthollib (Ahlul bait). Namun menurut beberapa ulama’. Pada masa kini golongan bani Hasyim dan bani Muthollib dapat menerima zakat, karena pada saat ini mereka sudah tidak mendapat bagian dari hasil rampasan perang.
3. Tidak dalam tanggungan muzakki (wajib zakat), yakni zakat tidak dapat di berikan kepada mereka yang menjadi tanggungan muzakki seperti anak, istri, orang tua, dan lain-lain.
4. Bukan orang yang mempunyai kelebihan harta senilai satu nishob perak (543,35 gr) dari kebutuhan hidupnya dan orang yang menjadi tanggungannya, kecuali apabila termasuk dalam kategori amil, riqob dan ibnu sabil. Demikian menurut madzhab Hanafi.
5. Tidak menerima zakat dari satu orang, dengan mengatas namakan dua golongan sekaligus dari delapan golongan diatas secara bersamaan, seperti menerima zakat dari seseorang sebagai fakir miskin juga sekaligus sebagai ghorimin.
Tata cara pembagian zakat kepada Mustahiq
1. Harta zakat dibagikan kepada semua mustahiq, apabila zakat itu banyak dan mencukupi semua sasaran zakat (ashnaf) yang ada, dan kebutuhannya relatif sama
2. Apabila diperkirakan semua ashnaf ada, maka tidak wajib menyama ratakan pembagiannya antara ashnaf yang satu dengan yang lain. Karenanya kalaupun seseorang mustahiq mendapat bagian lebih dari yang lain, hal itu didasarkan pada sebab yang benar dan demi kebaikan, bukan berdasarkan hawa nafsu.
3. Diperbolehkan memberikan semua harta zakat pada ashnaf tertentu.
4. Bagi mustahiq yang produktif dan punya potensi untuk diberdayakan, maka zakat untuk mereka hendaknya di berikan dengan bentuk yang dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan serta mendorong produktifitas mereka, tidak dalam bentuk yang membuat mereka justru menjadi konsumtif. Prinsipnya adalah mendorong mereka untuk dapat berkembang dan semakin produktif, dengan demikian pada masa selanjutnya mereka bukan lagi menjadi mustahiq bahkan menjadi muzakki (wajib zakat).
Wallohu A’lam bisshowab
Muchib Aman Aly
Besuk: 25-06-2006.
Post a Comment