Menghitung Zakat Tabungan



Salah satu sumber harta obyek zakat yang perlu dieksplorasi lebih dalam adalah tabungan masyarakat, yang selama ini belum digali secara optimal. Hal ini disebabkan oleh masih minimnya edukasi dan sosialisasi kepada publik. Banyak warga masyarakat yang masih belum menyadari kewajiban zakat atas tabungan mereka, padahal mungkin telah memenuhi syarat sebagai zakatable items. Termasuk tabungan dan deposito yang dimiliki oleh perusahaan, baik BUMN, BUMD, maupun perusahaan swasta.

Secara fiqh, ketentuan zakat terhadap tabungan ini dapat disamakan dengan ketentuan zakat terhadap emas perak dan zakat perdagangan. Dengan demikian, dari sisi nishab atau jumlah tabungan minimal yang harus dimiliki, nilainya tidak boleh kurang dari 85 gram emas. Selain itu juga berlaku ketentuan haul, yaitu waktu kepemilikan tabungan selama satu tahun Hijriyah, atau sekitar 354 hari.

Dari sisi perhitungan terhadap zakat tabungan ini, terdapat tiga metode yang dapat digunakan. Pertama, dihitung dari saldo akhir. Jika saldo akhir melebihi batas nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen. Sebagai contoh, seseorang menabung pada tanggal 1 Januari 2013 sebesar Rp 25 juta. Kemudian selama satu tahun (354 hari) hingga 20 Desember 2013, yang bersangkutan melakukan aktivitas penyetoran maupun penarikan dana, sehingga saldo akhirnya pada tanggal tersebut mencapai angka Rp 50 juta. Bila diasumsikan harga emas sama dengan Rp 500 ribu/gram, maka nishabnya mencapai angka Rp 42,5 juta. Dengan saldo yang ada, maka total zakat yang harus dikeluarkannya mencapai angka Rp 1,25 juta. Ini adalah pendapat yang paling umum dipakai.

Pendekatan kedua, dihitung dari nilai saldo terendah selama satu tahun. Jika nilai saldo terendahnya melebihi nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen. Pendapat ini digunakan dalam praktek pengelolaan zakat di Malaysia. Dalam buku Fiqh Zakat Malaysia (2011) yang diterbitkan oleh Institut Kajian Zakat Malaysia, dinyatakan bahwa ketentuan ini digunakan khusus untuksaving account atau tabungan yang bisa disetor dan diambil kapan saja. Adapun deposito, maka dikeluarkan dari total nilai deposito beserta bagi hasilnya.

Sedangkan pendekatan ketiga, dihitung dari nilai saldo rata-rata setiap bulannya. Ini juga berlaku untuk saving account. Munculnya pendekatan ini sebagai antisipasi terhadap kemungkinan nasabah menarik dana tabungannya sebelum mencapai haul karena tidak ingin mengeluarkan zakat dari dana yang disimpannya. Dalam pendekatan ketiga ini, nasabah bisa meminta bank untuk membuatkan data saldo rata-rata bulanan. Jika melebihi nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen. Dalam konteks Indonesia, metode perhitungan yang bisa digunakan menurut hemat penulis adalah metode pertama atau metode ketiga.

Selanjutnya, hal yang juga sangat penting diketahui adalah terkait dengan sumber dana tabungan. Jika sumber dana tabungan yang disetor berasal dari gaji yang telah dikeluarkan zakat penghasilannya, maka pada akhir tahun yang sama, tidak perlu dikeluarkan lagi zakat tabungannya. Namun, jika dana tersebut disimpan dalam bentuk deposito syariah atau diinvestasikan kembali dalam produk-produk investasi syariah lainnya, maka wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi syarat.

Potensi Zakat Tabungan

Secara ekonomi, potensi zakat tabungan ini cukup besar. Dari studi yang dilakukan oleh BAZNAS dan FEM IPB (2011) terungkap bahwa potensi zakat tabungan nasional mencapai angka Rp 16,98 triliun. Angka ini terdiri dari potensi zakat atas simpanan masyarakat pada bank BUMN dan BPD konvensional sebesar Rp 16,09 triliun, dan potensi zakat atas simpanan masyarakat di perbankan syariah sebesar Rp 895 miliar. Jika dana masyarakat muslim maupun perusahaan yang disimpan di perbankan swasta konvensional juga dihitung, maka angkanya akan lebih besar lagi. Tentu dengan catatan bunganya dikeluarkan terlebih dahulu dari perhitungan zakat.

Penulis berharap bahwa kesadaran publik untuk menunaikan kewajiban zakat tabungan ini dapat semakin meningkat, sehingga memiliki dampak positif terhadap pembangunan zakat nasional dan upaya pengentasan kemiskinan.

Wallahu a’lam

Irfan Syauqi Beik

Staf Ahli BAZNAS


Post a Comment

Previous Post Next Post