Menyambut Undang-Undang Pengelolaan Zakat Tahun 2011 oleh Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, M.Sc




Oleh Prof. Dr. KH Didin Hafidhuddin, M.Sc

Pengesahan RUU tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shadaqah menjadi Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat dalam Rapat Paripurna DPR-RI pada hari Kamis 27 Oktober 2011 yang lalu, patut kita sambut dengan rasa syu­kur ke hadirat Allah SWT dan ter­ima kasih kepada DPR-RI dan Pe­merintah yang telah memprakarsai, menyusun, membahas serta menge­sahkan menjadi undang-undang.

Lahirnya undang-undang baru sebagai pengganti Undang-Undang No 38 Tahun 1999 memberi peluang baru dan harapan baru untuk mewujudkan pengelolaan zakat yang lebih optimal di negara kita ke depan. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Men­teri yang mengatur tentang pengelolaan zakat, merupakan sarana dan alat untuk mencapai tujuan pengelolaan zakat itu sendiri, dalam bingkai kehidupan bernegara.



Dalam proses pembentukan undang-undang ini, kita yakin baik DPR-RI maupun Pemerintah, telah mendengar dan menyerap berba­gai pandangan, masukan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat, termasuk dari organisasi pengelola zakat (BAZ dan LAZ). Selesai RUU dibahas di tingkat Panja DPR-RI dan Pemerintah, masih di­lakukan uji publik di daerah dan setelah itu disetujui oleh semua fraksi dalam rapat Komisi VIII DPR-RI sebelum dibawa ke rapat paripurna DPR-RI untuk disetujui menjadi undang-undang.
Setelah berlakunya undang-undang ini, yang akan dilengkapi den­gan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama, pengelo­laan zakat yang dilakukan oleh badan yang dibentuk oleh pemerintah, yakni BAZNAS sebagai organisasi vertikal dan pengelolaan zakat atas prakarsa masyarakat yang terorganisir dalam bentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ), tetap melanjutkan peran sebagai amil zakat yang selama ini telah dilaksanakan, namun dalam kesatuan sistem koordi­nasi dan sistem pelaporan yang terintegrasi dan terkoneksi dengan BAZNAS. Sementara itu peran pemerintah dalam hal ini Kemente­rian Agama dan Pemerintah Daerah adalah sebagai regulator, dalam arti pembina dan pengawas terhadap seluruh organisasi pengelola zakat.

Undang-undang menetapkan, salah satu pensyaratan untuk bisa membentuk LAZ adalah organisasi kemasyarakatan Islam. Hal itu bukan dimaksudkan sebagai pasal untuk mematikan LAZ dan mem­berangus kedermawanan sosial yang ada di masyarakat, melainkan untuk memberi kejelasan kriteria, sehingga tidak setiap perorangan atau kumpulan beberapa orang bisa mengangkat dirinya menjadi amil atau pengelola zakat. Pengertian dan batasan organisasi ke­masyarakatan Islam itu akan diatur lebih rinci dalam Peraturan Pe­merintah. Pasal ini hanya berlaku untuk LAZ yang akan didirikan, sedangkan LAZ yang sudah berdiri dan sudah diakui pemerintah dianggap telah sesuai dengan undang-undang ini.

Secara keseluruhan undang-undang baru tentang pengelolaan zakat ini merupakan hasil maksimal dan terbaik yang dicapai pada saat ini meskipun diyakini akan selalu ada kekurangan dan kelema­han. Kita berharap kehadiran Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat tahun 2011 akan didukung oleh segenap stake-holders (pemang­ku kepentingan) perzakatan di tanah air dan dilaksanakan secara konsekwen untuk kepentingan kita bersama.

Semoga pengelolaan zakat ke depan menjadi lebih baik untuk ke­pentingan umat, bangsa dan negara.

Wallahu a’lam bisshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post